Novel Gautama Byakta : 19. Takdir Dari Tuhan
Apa yang ada dalam benakmu, jika takdir membuatmu berpisah dengan kekasih hatimu? Tindakan seperti apa yang akan kamu lakukan jika hal itu terjadi padamu.
Novel Gautama Byakta
****
Siklus waktu yang berubah-ubah mengubah perasaan asing menjadi kenyamanan, hanya saja masing-masing diri tersadar akan sebuah ketetapan. Mampukah untuk bersatu atau akan hanya meninggalkan serpihan-serpihan kenangan indah yang telah tercipta. Apa yang akan dilakukan jika semesta seolah menentang sebuah perasaan pada sepasang insan itu, saling menyakiti atau saling menguatkan.
Decitan suara pintu terbuka memperlihatkan isi di dalam rumah yang sederhana milik gadis itu. Derap langkah yang terdengar dari sepasang insan yang tengah menatap satu persatu di sudut ruangan, memastikan bahwa rumah itu ditinggalkan dalam keadaan aman.
Gadis itu menghentikan langkahnya, membalikkan tubuhnya menghadap pria yang berada dibelakangnya.
"Auta, tunggulah di sini. Aku akan mengambil satu tas saja di dalam kamarku" setelah mengucapkan hal itu, gadis itu kembali melanjutkan langkah kakinya memasuki salah satu ruangan yang berada di ujung lorong rumah. Setelah kepergian gadis itu, sang pria menatap sekeliling, banyak sekali bingkai foto menampilkan tumbuh kembang gadis itu, hingga satu foto yang berisi dua anak yang berusia sekitar 6 Tahun, membuatnya mendekati foto tersebut. Ketika melihat dengan seksama pria itu terkejut ketika melihat salah satu gadis yang ada dalam bingkai foto.
"Meera" ucapnya lirih
"Auta" panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat sang empu yang sedang memandangi foto tersebut terkejut seketika. Beruntungnya foto yang ada dalam genggamannya tidak terjatuh
"Mara, siapa ini" tanya Gautama seraya menujuk seorang gadis di dalam foto yang tersenyum dengan manis seraya memeluk satu gadis yang lainnya.
Mendengarkan hal itu, Geya terdiam seketika. Menormalkan ekspresi terkejutnya kembali. "Itu sahabatku, seseorang yang aku ceritakan padamu kemarin malam lalu," ucapnya seraya tersenyum manis menatap Gautama
Mendengar hal itu Gautama kembali mengajukan pertanyaannya, rasa penasaran pria itu melupakan tujuan awalnya mengantarkan sang gadis. Yang ada dalam benaknya, sejak kapan sang gadis yang ada dihadapannya mengenali Almarhum adik tercintanya.
"Aku akan menceritakan semuanya sa'at sudah berada di rumahmu" ucapnya meninggalkan Gautama yang masih saja termenung, menatap punggung yang semakin menjauh dari pandangannya.
Suasana dalam mobil hanya ada keheningan yang tercipta masing-masing dari kedua manusia itu memilih bungkam dan enggan untuk mengatakan satu patah kata apapun itu, dan memilih bergulat dengan isi kepala masing-masing, tentang fakta yang baru saja terjadi.
Setelah sesampainya mobil mereka di halaman rumah Geya bergegas turun memasuki rumah tersebut dengan sambutan hangat yang diberikan oleh pria tua yang ada dihadapannya
"Mara kemarilah, temani Kakek menonton serial drama ini." Ucap Pramudya dan langsung disetujui oleh Geya, melupakan bahwa dia harus menjelaskan sesuatu pada sang pria. Hingga kedatangan pria itu yang tengah memandang mereka dengan tatapan kesalnya berjalan menuju halaman belakang rumah dan tanpa pria itu sadari sepasang mata tengah memandangi kepergian pria itu.
"Kakek, aku ingin berbicara sebentar dengan Auta."
"Iya silahkan, anak itu pasti cemburu dengan Kakek yang sedang tertawa denganmu" ucap Pramudya seraya terkekeh
Suara derap langkah kaki gadis itu memenuhi sepanjang lorong, hingga sa'at melewati dapur yang terdapat beberapa pelayan, gadis itu memutuskan untuk memasuki area dapur itu. Setelah beberapa menit berkecimpung didalam dapur, gadis itu kembali melangkahkan kakinya menuju sang pria yang tengah bermain gitar dibawah pepohonan yang rindang dengan dedaunan yang hijau.
Tak. "Minumlah" ujar gadis itu, membuat Gautama mendongakkan kepalanya menatap sang gadis yang menjulang disampingnya.
"Duduklah" pinta Gautama
"Auta, seharusnya kamu berhenti mengkonsumsi nikotin itu. Sayangilah suaramu yang indah, jangan menghancurkan pemberian dari Tuhan" ujar Geya ketika melihat tiga putung rokok yang berada di asbak kecil dengan ukiran kayu.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, bukankah kamu sendiri yang mengatakan akan menjelaskan semuanya. Bagaimana bisa, kamu berada dalam foto dengan gadis itu? Dia adalah adikku Sarala Meera"
"Oh, rupanya dia adikmu. Itu berarti kamu adalah Kaka dari sahabatku itu...." Kata Geya yang menghentikan ucapannya, hembusan nafas panjang yang gadis itu lakukan, menimalisir rasa yang mendera perasaannya. Sejenak Geya terdiam menatap Gautama, lalu kembali berucap "Dan jika kamu ingin mendengarkan penjelasannya dariku, maka dengarkanlah. Aku dan Meera bertemu sa'at usiaku sekitar menginjak 7 Tahun, di salah satu tempat pendidikan. Hingga aku dan dia menjadi sahabat, tepat sa'at kami menginjak usia 8 Tahun, dia selalu bercerita bahwa selama ini seperti ada seseorang yang sedang mengawasi dia. Hanya saja sa'at itu kami hanyalah seorang anak-anak yang tidak memusingkan akan perihal bahaya yang menanti kami di depan. Hingga berakhir tragedi yang menyisakan trauma di sepanjang hidupku sebagai sahabatnya, sa'at tragedi itu terjadi aku berada disana hanya saja setelah itu aku tidak mengingat lagi apa yang terjadi. Teman-teman ku yang mengetahui kabar kematian Meera selalu menganggap diriku sebagai pembunuh atas kematiannya, pembuliyan yang mereka lakukan terjadi sampai usiaku menginjak 14 Tahun, hingga aku memutuskan untuk tidak masuk kembali kedalam tempat pendidikan itu. Mereka pernah berucap bahwa aku adalah anak yang terkutuk karena kehadiranku tidak diinginkan oleh kedua orang tuaku. Aku yang sa'at itu hanyalah seorang anak kecil yang tidak tau apapun, hanya bisa meneteskan air mata setiap sumpah serapah yang mereka berikan padaku. Meera, adalah satu-satunya temanku yang tidak memperdulikan bahwa aku ini adalah anak terkutuk. Dia menemaniku, hari-hari ku bersama Meera selalu penuh dengan tawa, hingga dia harus merenggut nyawa dengan tragisnya." Ujar Geya seraya menatap awan, buliran-buliran cairan bening perlahan menetes membasahi pipinya. Ketetapan takdir dari sang pencipta yang diberikan padanya membuat dia menjadi sebuah objek untuk melampiaskan amarah.
Seorang anak tidak bisa memilih dari siap ia dilahirkan, mengapa manusia dengan begitu mudahnya menghakimi manusia lainnya? Setatus apakah sehingga insan seperti dirinya dianggap hina dan celaka. Apakah setatus derajat manusia dimata Tuhan itu hanyalah diperuntukkan untuk seorang manusia yang sempurna, dan bukankah kesempurnaan hanya milik sang pencipta. Jika Geya boleh memilih, dirinya tidak ingin semua yang telah terjadi dia rasakan, hanya saja dia hanyalah manusia biasa yang harus menerima ketetapan dari sang pencipta.
Terkadang, tolak ukur jabatan dan kekuasaan membuat manusia lupa bahwa apapun yang ada di dunia ini hanyalah sekedar bunga tidur. Dan kehidupan sesungguhnya adalah ketika ia sudah kembali ke pangkuan sang pencipta, menebus segala dosa yang telah di perbuat.
Sering kali, perkataan yang menyakitkan selalu terdengar di telinga dari mereka yang gemar sekali menghakimi sesama manusia, umpatan, hinaan, sumpah serapah yang terkadang membuat manusia lupa bahwa hukum Tabur tuai itu ada. Seperti kata-kata dari - Grant M. Bright 'Hidup itu seperti bumerang. Pikiran, perbuatan, dan kata-kata kita kembali kepada kita cepat atau lambat, dengan akurasi yang mencengangkan.'
Seperti itulah kehidupan, terkadang kita melupakan bahwa perilaku yang menyakitkan dari kita pada orang lain itulah yang akan kita terima suatu sa'at nanti, seperti semua itu ada konsekuensinya tertentu. Seharusnya sadar, bahwa segala tindakan dan perkataan kita yang menyakiti orang lain akan kita terima balasannya suatu sa'at nanti.
Baca Juga :
1. Novel Gautama Byakta Episode 1
2. Novel Gautama Byakta Episode 2
3. Novel Gautama Byakta Episode 3
4. Novel Gautama Byakta Episode 4
5. Novel Gautama Byakta Episode 5
6. Novel Gautama Byakta Episode 6
7. Novel Gautama Byakta Episode 7
8. Novel Gautama Byakta Episode 8
9. Novel Gautama Byakta Episode 9
10. Novel Gautama Byakta Episode 10
11. Novel Gautama Byakta Episode 11
12. Novel Gautama Byakta Episode 12
13. Novel Gautama Byakta Episode 13
14. Novel Gautama Byakta Episode 14
G a u t a m a B y a k t a
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 19. Takdir Dari Tuhan"
Posting Komentar