Novel Gautama Byakta : 8. Fakta?

 


Kamu datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa memikirkan tentang perasaanku. Dan ketika aku melakukan hal yang sama pada dirimu apakah kamu akan sepertiku, yang menerima berulang kali kedatanganmu.

Gautama Byakta

****


Terik panasnya sinar matahari, mengusik ketenangan seorang pria yang tengah tertidur dengan pulas dibawah pepohonan yang rindang dengan gitar yang berada disampingnya.

"Ssss...."

Terik panasnya sinar matahari yang menerpa wajahnya, membuat Gautama dengan perlahan membuka kelopak matanya seraya menyesuaikan cahaya.

Setelah terbangun dari tidurnya, ia mengedarkan arah pandangnya pada sekitar, hingga pandanganya melihat seorang pria tua yang sedang membaca koran. Dirinya lekas bangkit dan berjalan menghampiri sang Kakek, setibanya dihadapan sang Kakek ia berucap menanyakan dimana keberadaan Geya, setelah melihat sekeliling tidak melihat adanya keberadaan gadis itu.

"Kakek melihat Mara?" Tanya Gautama seraya mendudukkan dirinya di hadapan sang Kakek

"Sudah pulang dari tiga jam yang lalu" jawabannya membuat Gautama tersentak seketika

"Jadi, itu semua yang ulah Mara" ucapnya seraya menujuk tempatnya tertidur yang sudah terlihat rapi, tidak seperti saat dirinya masih terjaga dan berbincang-bincang dengan gadis itu.

"Iya"

Saat kembali menatap sang kakek dirinya menatap bingung pada paper bag berwarna coklat yang berada disamping sang kekek

"Itu apa" ucapnya seraya menujuk paper bag pada sang kakek

"Hoodie yang kamu pinjamkan pada Mara beberapa bulan yang lalu, ia sempat lupa dan baru mengembalikan nya saat ini"

"Oh...."

"Kamu tau Auta. Karena tingkahmu itu membuatnya canggung...."

"Apa maksudnya?"

"Siapa yang mengajarkan kamu seperti itu, tidur dengan pulas di pangkuannya seraya melingkarkan tanganmu pada pinggangnya dengan kencang, seakan tidak ingin kehilangan Mara beruntungnya ada Kakek yang saat itu ingin menghampiri kalian untuk makan siang dan melihat kejadian itu semua" ucap Pramudya seketika, melihat telinga sang cucu yang sudah memerah sudah bisa dipastikan saat ini cucunya tengah menahan malu

"Melihat kejadian beberapa jam yang lalu, membuat kakek menjadi curiga dengan kalian berdua. Terlebih lagi Kakek yang tidak berada di sini berbulan-bulan lamanya" ucapnya kembali seraya menatap lekat sang cucu.

Mendengar tuduhan dari sang Kakek lantas membuat Gautama tidak terima "Aku tidak tau, aku sedang tertidur dan tidak sadar dengan sekelilingku" tuturnya seraya beranjak pergi dan meninggalkan sang Kakek.

Saat dirinya sudah berjalan tidak terlalu jauh dari posisi sang kakek, langkahnya terhenti seketika ketika mendengar panggilan dari sang Kakek

"Auta, ada satu hal lagi yang harus kamu tau" ucapnya menggantungkan kalimat sejenak

"Hal yang memalukan lagi lainnya adalah, posisi tidur mu saat itu mengahadap tubuh bagian per–"

"Diamlah pak Tua!" sergahnya menyela ucapan sang Kakek. Setelah mengatakan hal itu Gautama kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti karena ulah sang Kakek.


"Dasar anak muda, malu-malu tapi mau, payah"


****


Setelah selesai dengan urusannya pada Gautama dan kejadian beberapa jam lalu yang membuat dirinya malu. Geya mempercepat langkahnya untuk masuk kedalam toko miliknya, saat ingin mencapai daun pintu ucapan dari seseorang seketika menghentikan pergerakan nya

"Tunggu!"

Ketika Geya membalikkan tubuhnya menghadap sumber suara, terlihat seorang perempuan yang mengenakan dres berwarna hitam, kacamata hitam, sepatu hitam dengan rambut pendeknya.

"Ada yang bisa saya bantu"

"Ikutlah denganku" ucap perempuan itu seraya melangkah kakinya menuju kafe yang berada di sebrang jalan dari arah toko miliknya, lantas Geya dengan ragu mengikuti arah sang perempuan tersebut.

Setibanya mereka di dalam toko, sang perempuan itu mempersilahkan Geya untuk duduk dihadapannya.

"Silahkan duduk" ucapnya dengan nada angkuh

"Terimakasih, dan ada yang bisa saya bantu?" Tanya Geya pada perempuan yang berada dihadapannya

"Saya malas berbasa-basi dengan kamu, apa hubungan kamu dengan Byakta" ucap perempuan itu seraya menurunkan kacamata hitamnya.

"Siapa?"

"Apa maksudmu!" Sungut perempuan itu tidak terima ketika mendengar jawaban dari Geya

"Kamu siapa, sehingga saya harus mengatakan tentang hubungan saya dengan Byakta."

"Satu hal yang harus kamu tau, saya kekasihnya. Linza Gantari kekasih dari Gautama Byakta" ucapnya menekan setiap kata demi kata dengan nada sinisnya

"Oh, Linza Gantari" Ucapnya seraya menatap Tari dengan tatapan dinginnya

"Perempuan seperti mu, tidak pantas untuk bersanding dengan Byakta. Seorang anak yang tidak diinginkan kehadiranya di dunia oleh kedua orang tuanya."

Geya tersenyum kecut ketika perempuan yang ada dihadapannya mengatakan hal itu. "Satu hal yang harus kamu tau Tari, ketika Gautama mengetahui fakta semuanya, dia akan membencimu!" Ucapnya seraya beranjak pergi dari hadapan Tari.

Melihat tingkah laku dari perempuan yang belum sempat ia ketahui namanya membuatnya naik pitam seketika "Hei tunggu!" Teriaknya, membuat atensi seluruh pengunjung kafe menatap mereka dengan terheran-heran.

"Dirimu layaknya seorang perempuan rendahan, seharusnya kamu sadar diri. Bahwa perempuan sepertimu tidak pantas bersanding dengan Byakta" racauan yang tak diidahkan oleh Geya yang tetap melanjutkan langkahnya.

Setelah mengatakan hal itu, Tari menatap sekelilingnya yang sedang memperhatikan dirinya seraya berbisik-bisik. Tari merasa kesal atas perkataan dari gadis yang merebut Byakta dari dirinya, dan sampai kapanpun Byakta tidak boleh mengetahuinya, perihal fakta yang dimaksud gadis yang sempat ia ajak untuk berbicara.

"Siapa gadis sialan itu," pikir Tari.

Sepanjang perjalanan Geya dibuat resah dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba mengajaknya untuk berbicara, terlebih lagi dia mengetahui siapa orang itu. Dirinya hanya bisa berharap sang pencipta menjaganya dari apapun itu, sesuatu hal yang pasti akan terjadi pada dirinya dalam waktu cukup dekat....

Setibanya gadis itu di dalam toko miliknya, ia bergegas meletakkan barang-barang miliknya dan membuka toko nya, lalu kembali berdiam diri di meja kasir seraya menunggu pelanggan berdatangan.

"Seharusnya kamu tidak mengatakan hal itu Gey" ucapnya dengan nada penuh sesal.

Beberapa jam berlalu, toko miliknya tak mendapatkan satu pun pengunjung, Geya benar-benar lelah ingin sekali dirinya tertidur dengan lelap di atas tempat tidur nyaman miliknya, hanya saja siapa yang akan menjaga toko miliknya.

Sa'at sedang melamun, Geya tersentak ketika mendengar teriakkan dari beberapa orang yang masuk kedalam toko miliknya

"Permisi yuhuuuuu" Teriakanya ketika masuk kedalam toko milik Geya, diikuti dengan tawa dari orang yang berada di belakangnya.

Sa'at Geya melihat siapa mereka semua yang sedikit membuat Geya terkejut, ternyata mereka adalah teman dari Gautama. Lambuyan, Caka dan Omka.

Bergegas gadis itu melangkahkan kakinya mengahmpiri mereka seraya berkata "Duduklah di kursi itu" ucap Geya seraya menujuk satu set kursi yang telah dilengkapi dengan meja panjangnya.

Mendengar perkataan dari Sang pemilik toko mereka ber–tiga menuju kursi yang telah di tunjukan seraya menempati kursi tersebut.

"Geya Cantik dan manis, boleh kita bermain di dalam tokomu." Ucap Caka yang mengerlingkan matanya ketika melihat Geya, dan tindakannya tak luput dari perhatian dua temannya.

"Boleh, kalau kalian ingin membuat suasana ramai toko ini silahkan. Dan aku bisa minta tolong dengan kalian?"  Ucap Geya seraya mengajukan pertanyaan pada mereka, Geya harap salah satu diantara mereka bisa membantu Geya

"Boleh, apapun itu buat kamu akan kami lakukan" ucap Caka kembali

"Tolong jaga toko ini, selama aku beristirahat. Kalaupun nanti ada pengunjung kalian bisa membangunkan ku yang berada di belakang meja kasir itu" ucap Geya seraya menujuk meja kasir

"Boleh" ucap mereka bertiga seraya serentak, mendengar hal itu Geya melangkahkan kakinya memasuki area Kasir, lalu menuju sopa dan membaringkan tubuhnya untuk menuruti rasa kantuknya, gadis itu benar-benar lelah hingga membuatnya cepat untuk tertidur dan menuju alam mimpi.

"Bosan nih, ada gitar?" Tanya Caka yang langsung mendapatkan pukulan pada bahunya

"Pikir Cak, kita ada dimana" jawab Lambuyan

"Lam, kamu meminta Caka buat mikir, kamu sendiri tau kalau kapasitas otak Caka itu sempit mana bisa mikir dia. Tuh Cak, disamping kamu ada gitar" ucap Omka dengan nada mengejek pada Caka, mendengar ucapan Omka Caka langsung saja mengalihkan arah pandangnya pada gitar yang berada di sampingnya

"Kita nyanyi lagu apa Lam" tanya Caka pada Lambuyan seraya dirinya membuka kolom pencarian lagu

"Lagu 'Kereta malam dari Elvy Sukaesih"

"Mainkan gitarmu Cak" Ucap Omka seraya bersiap untuk memukul meja yang ia jadikan pengganti dari 'cajon durm' dan Lambuyan yang akan bernyanyi

"Pernah sekali" ucap Lambuyan seraya mulai bernyanyi

"(Pernah sekali)" balas Caka dan Omka secara bersama

"Aku pergi
Dari Jakarta ke Surabaya
Untuk menengok Nenek di sana
Mengendarai kereta malam"

"Juk, gijak-gijuk, gijak-gijuk"

"(Teretet)" ujar Caka

"Kereta berangkat"

"Juk, gijak-gijuk, gijak-gijuk"

"(Asik-asik)"

"Hatiku gembira"

"Kebetulan"

"(Kebetulan...)." nanyi Caka seraya mendayu-dayu mengikuti alunan lagu

"Malam itu"

"(Malam itu....)"

"Cuacanya terang bulan
Ku melihat kiri-kanan
Hai, indahnya pemandangan"

"Sayang, tak lama"

"(Jeng-jeng)" ujar Caka dan Omka secara bersama dengan riang gembira

"kantukku datang"

"(Jeng-jeng)" nyanyi Omka dengan memainkan tangannya di atas meja

"Hingga tertidur nyenyak sekali"

"(Juk, gijak-gijuk, gijak-gijuk)" ujar Omka seraya meninggikan suaranya, menikmati suasana riang gembira karena ulah mereka bertiga

"(Teretet)" ujar Caka dan Omka secara mengeraskan suara mereka

"Kereta berangkat"

"Juk, gijak-gijuk, gijak-gijuk"

"(Asik-asik jos)"

"Hatiku gembira"
Nyanyi mereka secara serentak.

Sudah selesai dengan satu lagu, mereka tertawa sejenak. Tawa yang sejak awal mereka mulai bernyanyi tertahan, bagaimana tidak. Ketika mereka mendengar suara Lambuyan yang menyanyi dengan suara menjijikkan, seperti bukan Lambuyan pada biasanya. Setelah mengistirahatkan sejenak, mereka kembali bernyanyi hingga 20 Menit lamanya, beruntungnya sang pemilik toko tidak terusik karena kegaduhan yang diperbuat oleh mereka.


Novel Gautama Byakta.





















G a u t a m a B y a k t a


Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 8. Fakta?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel