Novel Gautama Byakta : 15. Lirik lagu
Kamu seperti alunan nada menenangkan, yang membuat diriku menjadi candu sa'at mendengarkannya.
Novel Gautama Byakta
****
Setibanya Gautama di studio miliknya dia bergegas memasuki studio tersebut, melihat teman-temannya yang tengah berkutat dengan pekerjaan masing-masing, pemandangan seperti biasa yang Gautama lihat saat dirinya terlambat datang.
Omka yang tersadar dengan seseorang yang memasuki kedalam ruangan mendongakkan kepalanya, melihat sang teman pemilik studio yang tengah memandang mereka semua.
"Dari mana Gau?" Tanya Omka pada Gautama, mendengarkan nama yang disebutkan Omka, Lambuyan dan Caka mendongakkan kepalanya menghadap pria yang dengan gaya yang cukup berantakan, terlebih pakaian yang dikenakan oleh sang pria itu adalah pakaian yang mereka lihat sa'at terakhir kali berada di dalam ruangan kamar rumah sakit.
"Biasalah sedang menikmati waktu bersama sang kekasih. Gimana Gau tidur berada dalam satu ruangan dengan gadis yang dicintai" ujar Caka lalu terkekeh melihat raut wajah Gautama sudah memerah menahan malu mendengarkan perkataan dari Caka.
"Pantas aja penampilannya seperti ini, apa semalam kalian?" Tanya Lambuyan menatap serius Gautama. Dia yang mendapatkan perkataan seperti itu dari temanya lantas berjalan ke arah Caka yang berada di sopa dengan satu laptop yang berada diatas meja dihadapan Caka dan satu botol air mineral disamping laptop tersebut.
Lambuyan terheran-heran melihat gerak-gerik Gautama, terlebih pertanyaan yang dirinya ajukan tidak mendapatkan jawaban dari sang empunya yang dituju. Dan ketika Gautama yang mengambil posisi duduk disamping Caka, melihat satu botol air mineral Gautama mengambil botol tersebut lalu melemparkannya ke arah Lambuyan, Lambuyan yang melihat hal itu tanpa dengan terkejut membuatnya tidak sempat menghindar sa'at satu botol melayang ke arahnya tepat mengenai pelipisnya, membuat dia mengaduh kesakitan
"Aduh!" Ucapnya mengaduh kesakitan seraya mengusap pelipisnya
"Pikiranmu itu Lam, seharusnya membutuhkan pembersihan untuk pikiranmu kembali suci dari hal-hal kotor" ujar Gautama, Lambuyan yang mendengarkan hal itu hanya bisa mencibir dengan kesal. Berbeda dengan Caka dan Omka yang tengah menertawakan Lambuyan yang kesakitan karena ulah Gautama yang melemparkan botol air mineral itu pada Lambuyan dan mengenai tepat sasaran, lemparan cukup bagus bagi Omka dan Caka.
"Gau, ada tawaran seperti biasa untuk mengisi acara musik live kafe. Mau menerima tawaran itu?" Ujar Omka seraya bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Gautama, menyerahkan notebook gadget pada pria itu untuk memikirkan tawaran yang telah diajukan pada mereka.
Setelah menerima notebook dari Omka, Gautama membaca dengan teliti isi kontrak tersebut. Bagaimanapun dia tidak ingin mempersembahkan penampilan band nya tanpa adanya kontrak kesepakatan, hal itu menimalisir jika suatu sa'at nanti akan ada hal yang terjadi pada bandnya.
Setelah selesai membaca kontrak tersebut, Gautama mengambil satu batang rokok yang di letakkan tepat berada diatas meja, dihadapannya. Dengan mengapit rokok tersebut di bibirnya Gautama mulai memantikkan rokok tersebut hingga mengeluarkan asap, dihisapnya rokok tersebut lalu menghembuskannya membentuk bola-bola seperti huru O, berulang kali pria itu lakukan, hingga membuat Omka yang geram ketika melihat tingkah laku temanya sekaligus pemimpin band mereka.
"Gau, gimana!"
"Kontrak tertulis kita akan memberikan penampilan kita selama satu bulan di kafe tersebut, lalu bagaimana dengan kontrak pihak lain yang telah kita setujui." Ujar Gautama seraya menerawang jauh memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika ketidak profesionalan mereka.
"Keputusanmu apa Gau?" Tanya Omka kembali seraya menatap lekat pria yang berada disampingnya itu, yang tengah mengisap nikotin hal itu dilakukan agar pria itu sedikit bisa menguasai dirinya.
"Bilang saja pada pihak mereka, jika mereka ingin membuat kontrak dengan kita selama satu bulan untuk menaikkan jumlah pengunjung, kita akan menerima kontrak tersebut dua bulan lagi." Kata Gautama dengan nada penuh ketegasan, meskipun tawaran dari kafe yang mereka tuju cukup besar menguntungkan hanya saja dirinya bukanlah seseorang yang akan luluh dengan tawaran seperti yang tertulis dalam kontrak tersebut. Bagi dia menjalankan bisnis adalah kepercayaan yang dirinya junjungan tiga, siapa yang pertama dia akan tetap menjadi yang pertama.
****
Sudah sejak dua minggu lalu percakapan pria dengan teman-temannya, membahas perihal kontrak kerja sama yang berakhir dengan keputusan sang pria akan menerima kontrak tersebut dua bulan yang akan mendatang. Setelah dia menyelesaikan kontrak yang tersusun satu bulan ini, sa'atnya dia dan teman-temannya menikmati liburan, mengistirahatkan lelahnya tubuh dan pikiran dari aktivitas pekerjaan mereka. Hingga sampai pada sa'at ini dirinya tengah mendengarkan percakapan sang Kakek bersama seseorang yang kurang setengah tahun ini ada dalam hidupnya.
"Mara, bagaimana kondisimu. Mengingat Auta yang mengatakan pada Kakek bahwa kamu harus dilarikan ke rumah sakit" ujar Pramudya yang sa'at ini tengah menikmati waktu sore hari bersama Geya di halaman belakang rumahnya, seraya menikmati secangkir teh dan kopi hitam tak lupa dengan cemilan baklava yang menggugah selera.
"Hanya luka ringan, itupun aku sudah kembali pulih. Jadi, semuanya baik-baik saja Kakek" ucap Geya lalu mengambil secangkir teh yang berada dihadapannya lalu menyesap teh tersebut, setelah meminum teh tersebut Geya kembali menyunggingkan senyumnya, terpatri dengan jelas dimata Gautama, bahwa senyuman dari Geya sungguh mampu membuat mabuk kepayang ketika melihatnya.
"Auta, bicaralah jangan hanya menjadi pendengar cerita kami saja." Ujar Geya seraya menatap Gautama yang tengah memainkan gitar miliknya, mengalunkan suara seperti melodi yang abstrak.
"Memangnya apa yang harus saya katakan?" Tanya Gautama membalas tatapan Geya padanya, membuat Pramudya yang berada di situ memutuskan untuk masuk kedalam seraya berkata "Mara, ikutlah Kakek sebentar" ucapnya dan langsung melenggang pergi diikuti oleh Geya.
Decakan sebal yang Gautama keluarkan, ketika dirinya benar-benar ditinggalkan sendirian oleh kedua orang itu. Terlebih lagi sang gadis yang sangat menurut sekali kepada sang kakek, seakan disini dirinyalah bukan cucu aslinya.
Langkah demi langkah Pramudya Geya ikuti, membawanya menuju satu ruangan dimana para pelayan sedang menyiapkan untuk makan malam, melihat hal itu Mara mengernyitkan dahinya bingung, apakah ia akan diminta oleh Pramudya untuk memasak atau? Pikiran Geya terjawab sudah ketika Pramudya memberikan titah pada Geya
"Geya, Kekek minta tolong buatkanlah Auta secangkir kopi hitam. Dia sedang kesal dengan kita" ucap Pramudya lalu diselingi dengan tawa darinya, Geya yang mendengarkan hal itu pun mengiyakan ucapan Pramudya lalu meminta izin memakai dapur tersebut untuk membuatkan Gautama secangkir kopi hitamnya.
Tidak memakan waktu cukup lama, kopi hitam racikan Geya pun sudah selesai, semerbak harum aroma khas dari kopi racikan membuat para pelayan yang berada di dalam dapur itu memalingkan wajahnya menatap kepergian Geya.
Terlihat Gautama yang tengah menyanyikan sebuah lagu, sayup-sayup terdengar suara indah dari Gautama. Lagu dari Pongki Barata yang berjudul 'Aku Milikmu Malam Ini' membuat Geya menengadahkan kepalanya pada awan yang sudah terlihat memasuki malam.
Reff:
Dan aku milikmu malam ini
'Kan memelukmu sampai pagi
Tapi nanti bila kupergi
Tunggu aku di sini
Waktu 'kan berlalu
Tapi tidak cintaku
Dia mau menunggu
Untukmu
Untukmu
Reff:
Dan aku milikmu malam ini
'Kan memelukmu sampai pagi
Tapi nanti bila ku pergi
Tunggu aku disini
Hu-hu,
Hu-hu,
Hu-hu,
Hu-hu
Dan aku milikmu malam ini
'Kan memelukmu sampai pagi
Tapi nanti bila ku pergi
Tunggu aku disini
Dan aku milikmu malam ini
'Kan memelukmu sampai pagi
Tapi nanti bila ku pergi
Tunggu aku disini
Tunggu aku disini
Tunggu aku disini
Setelah menyelesaikan lagunya, Gautama menatap Geya yang sudah berada dihadapannya, dengan satu cangkir kopi hitam yang Geya letakan dihadapan Gautama ketika dia bernyanyi membuat pria itu bingung
"Untukmu minumlah, itu buatan spesial dari diriku Auta" ucap Geya seraya tersenyum manis menatap Gautama.
Mendengarkan hal itu membuat Gautama mengikuti perkataan dari Geya, dengan perlahan Gautama menyesap kopi tersebut secara berulang-ulang. Menikmati setiap rasa yang ada dalam kopi tersebut, hingga membuat Geya yang tengah menatap Gautama menerbitkan senyumnya.
Baca Juga :
1. Novel Gautama Byakta Episode 1
2. Novel Gautama Byakta Episode 2
3. Novel Gautama Byakta Episode 3
4. Novel Gautama Byakta Episode 4
5. Novel Gautama Byakta Episode 5
6. Novel Gautama Byakta Episode 6
7. Novel Gautama Byakta Episode 7
8. Novel Gautama Byakta Episode 8
9. Novel Gautama Byakta Episode 9
10. Novel Gautama Byakta Episode 10
11. Novel Gautama Byakta Episode 11
12. Novel Gautama Byakta Episode 12
13. Novel Gautama Byakta Episode 13
14. Novel Gautama Byakta Episode 14
G a u t a m a B y a k t a
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 15. Lirik lagu "
Posting Komentar