Novel Gautama Byakta : 16. Secangkir Kopi Hitam
Rasa menenangkan setiap diriku menyesap kafein, membuatku merasakan bahwa aku semakin jatuh cinta pada dirimu.
Novel Gautama Byakta
****
Secangkir kopi hitam yang memabukkan, ada rasa spesial dalam racikan kopi sederhana tersebut. Bagaimana pria itu sang pecinta kopi hitam rasa yang ia rasakan sa'at menyesap kopi dari tangan sang gadis yang ada dihadapannya ini membuatnya seketika menjadi bernostalgia, racikan yang benar-benar pas dari sudut pandang manapun. Membuatnya kalang kabut ketika senyuman manis terpatri dari wajah itu, wajah yang pria itu selalu ingin dirinya tatap. Sejengkal saja gadis itu pergi ada rasa ketakutan yang sulit di jelaskan, seakan sang gadis akan benar-benar pergi meninggalkannya.
"Bagaimana rasanya?" Tanya Geya melihat sedari tadi Gautama terus menerus menyesap kopi buatannya
"Enak, siapa yang membuatnya?"
"Aku, Kakek yang memintaku untuk membuatkan kopi untukmu. Katanya kamu kesal pada aku dan kakek, dan untuk membujuknya aku harus membuatkan secangkir kopi hitam untukmu." Tutur Geya, gadis itu senang jika apa yang ia buat bisa dinikmati dengan baik oleh sang penikmat tersebut.
"Auta" ujar Geya dengan nada pelan
"Iya Mara, katakanlah" ujar Gautama menatap Geya yang tengah menunduk seraya memilin dress yang dikenakan gadis itu
"Aku akan menginap di sini, Nenek menitipkan ku pada Kakek mu. Kamu tidak merasa terbebani ada aku di sini?" Tanya Geya yang memberanikan diri menatap Gautama. Gadis itu pikir pria dihadapannya ini akan mengusirnya nyatanya ekspresi yang di berikan pria tersebut berbanding terbalik apa yang dia pikiran
"Haha, Mara. Justru saya akan sangat senang ketika kamu berada di sini. Suasana rumah seperti menjadi hidup akan adanya kehadiranmu." Ujar Gautama seraya tersenyum menatap Geya, lalu dia bangkit dan mengulurkan tangan pada Geya dengan langsung disambut uluran tersebut oleh sang empunya.
"Sa'atnya makan malam" ucap Gautama seraya mengacak surai gadis yang ada disampingnya. Entah apa yang akan mereka hadapi dirinya hanya ingin menikmati waktu-waktu kebersamaan bersama sang gadis, menciptakan memori kenangan yang indah bagi dia dan gadis itu.
Setibanya mereka di ruangan makan, sudah terlihat banyak sekali sajian berbagai olahan masakan dan terlihat Pramudya yang sudah duduk berada di kursi yang paling ujung.
Mendengar decitan kursi yang di tarik, Pramudya menatap kedua manusia yang tengah mendudukkan dirinya di dekat dirinya.
"Nikmatilah semua ini Mara, Nenekmu sudah menitipkan dirimu pada Kakek" ucap Pramudya lalu memulai makan malam tersebut dengan keheningan, hanya dentingan suara sendok yang sesekali bergesekan dengan piring. Hingga beberapa menit berlalu, aksi makan malam itu telah usai. Hari yang terus berjalan menuju malam, Pramudya sudah memilih memasuki kedalam kamar miliknya. Meninggalkan dua insan yang tengah saling berdiam menikmati udara dingin tepat berada di teras halaman depan
"Mara, Nenek pergi kemana?" Tanya Gautama pada Geya, mendengarkan hal itu gadis itu mengalihkan pandangannya pada pria yang berada di sampingnya, pria yang tengah memainkan gitar yang dengan setia menemani pria itu.
"Swiss, Grindelwald. Nenek takut jika meninggalkan diriku hanya seorang diri dirumah, takut akan beberapa teror lalu kembali datang. Aku sudah mengatakan bahwa aku akan menginap di tempat temanku, hanya saja Nenek tidak setuju dengan hal itu dan lebih mempercayakan diriku kepada kalian."
"Mara, berapa usia mu sa'at ini?" Tanya Gautama yang diliputi penasaran, sejak awal bertemu dirinya merasa bahwa gadis itu masih berusia belia
"Tepat tahun ini usiaku 16 Tahun, mungkin kamu tidak akan pernah berfikir bahwa aku masih terlihat belia. Karena aku mewarisi Nenek dari yang berasal dari Turki, jadi sedikit tinggi" ujar Geya dengan malu-malu, dibalik rasa keterkejutannya mengetahui usia dari gadis yang ada disampingnya ini, jauh didalam benak Gautama melihat gadis itu dengan rasa gemasnya terlebih lagi ketika gadis itu tersipu malu.
"Tidak, aku merasa bahwa kamu memang masih belia. Dan bukankah seharusnya kamu masih berada di bangku sekolah?" Tanya Gautama semakin dibuat penasaran dengan kehidupan sang gadis itu
"Iya, seharusnya. Setelah suatu tragedi yang aku dan temanku alami sa'at kami berusia 8 Tahun, membuatku menjadi trauma. Terlebih aku dengannya itu adalah seorang sahabat yang saling menyayangi. Hanya saja dia pergi karena tragedi itu, membuatku sedih dan takut ketika kembali untuk melakukan pelajaran seperti biasanya. Hingga Nenek memutuskan diriku untuk homeschooling setiap hari weekend. Dan hasil dari penjualan toko itu untuk pendidikan ku itu"
"Kamu memiliki sahabat?" Tanya Gautama kembali untuk yang kesekian kalinya, Geya yang mendengarkan pertanyaan dari Gautama dengan antusias menganggukkan kepalanya
"Siapa namanya?"
"Namanya M...." Ucap Geya terhenti ketika dering handphone miliknya berbunyi, menampilkan nama sang Nenek yang tertera di layar headphone tersebut
"Halo Nenek" sapa Geya, mendapatkan kekeh dari Amsa yang berada di seberang telepon
"Kamu baik-baik saja Mara?"
"Iya, aku baik-baik saja. Nenek tak perlu risau,"
"Baguslah, Mara. Nenek meminta maaf jika Nenek berada di sini selama satu Minggu lamanya jaga dirimu baik-baik, Nenek tutup teleponnya dulu"
"Iya Nenek, sampai jumpa"
Tut....
Panggilan yang terputus, membuat Geya terlihat dengan wajah murungnya ketika sang Nenek tidak bisa kembali seperti yang dikatakan Nenek sebelum dia pergi. Melihat hal itu Gautama mengusap pelan bahu Geya
"Nenek, akan berada di sana selama satu minggu. Aku benar-benar akan merasa kesepian ketika esok berada di rumah" ujar Geya dengan nada putus asanya
"Ingin bernyanyi?" Tanya Gautama berusaha untuk menghibur gadis yang tengah bersedih dihadapannya ini
"Boleh, boleh aku yang menyanyi dan kamu yang memainkan gitarnya"
"Boleh, ingin menyampaikan lagu apa?"
"Melepasmu, dari Drive"
Gautama memulai memetik senar gitarnya, hingga Geya memulai menyanyikan lagu yang sempat ia katakan....
Tak mungkin menyalahkan waktu
Tak mungkin menyalahkan keadaan
Kau datang di saat ku membutuhkanmu
Dari masalah hidupku bersamanya
Terdengar suara yang begitu halus dan lembut dari gadis yang berada disampingnya ini, seakan menghipnotis siapapun yang mendengarkan suara gadis yang berada disampingnya. Bak putri kerajaan dari keraton, wajah yang cantik, kulit yang sebening susu, senyuman manis yang selalu terpatri dari wajah gadis itu. Seakan membuat mereka tidak akan pernah menyangka jika gadis yang berada di sampingnya ini adalah gadis yang tidak diinginkan kehadiranya oleh kedua orangtuanya.
Reff:
Semakin ku menyayangimu
Semakin ku harus melepasmu dari hidupku
Tak ingin lukai hatimu lebih dari ini
Kita tak mungkin trus bersama
Suatu saat nanti kau 'kan dapatkan
Seorang yang akan dampingi hidupmu
Biarkan ini menjadi kenangan
Dua hati yang tak pernah menyatu
Reff:
Semakin ku menyayangimu
Semakin ku harus melepasmu dari hidupku
Tak ingin lukai hatimu lebih dari ini
Kita tak mungkin trus bersama
Maafkan aku yang biarkanmu
Masuk ke dalam hidupku ini
Maafkan aku yang harus melepasmu
Walau ku tak ingin
Reff:
Semakin ku menyayangimu
Semakin ku harus melepasmu dari hidupku
Tak ingin lukai hatimu lebih dari ini
Kita tak mungkin trus bersama
Semakin terasa cintamu
Semakin ku harus melepasmu dari hidupku
Tak ingin lukai hatimu lebih dari ini
Kita tak mungkin trus bersama
I'll let you go 3x
"Kita tak mungkin trus bersama" ucap Geya mengakhiri nyanyiannya malam ini.
Dibawah sinar rembulan yang terang, terlihat sepasang manusia yang tengah bernyanyi, menyeruakan perasaan yang ada didalam hati sang gadis. Terlebih lagi lagu yang gadis itu nyanyikan mengisyaratkan bagi sang pria yang berada disampingnya itu.
Masing-masing dari mereka tidak ingin menyalahi ketetapan yang ada bahwa mereka terpaut usia yang cukup berbeda, hanya saja apakah rasa bisa diatur pada siapa ia ingin menjatuhkan pilihannya? Apakah ketenangan dari mereka akan membuat kedua manusia itu saling tersakiti dan menyakiti. Siapapun, rasa jatuh cinta tidak bisa di cegah pada siapa ia yang dipilih untuk menjadi tempat berlabuh.
Baca Juga :
1. Novel Gautama Byakta Episode 1
2. Novel Gautama Byakta Episode 2
3. Novel Gautama Byakta Episode 3
4. Novel Gautama Byakta Episode 4
5. Novel Gautama Byakta Episode 5
6. Novel Gautama Byakta Episode 6
7. Novel Gautama Byakta Episode 7
8. Novel Gautama Byakta Episode 8
9. Novel Gautama Byakta Episode 9
10. Novel Gautama Byakta Episode 10
11. Novel Gautama Byakta Episode 11
12. Novel Gautama Byakta Episode 12
13. Novel Gautama Byakta Episode 13
14. Novel Gautama Byakta Episode 14
G a u t a m a B y a k t a
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 16. Secangkir Kopi Hitam "
Posting Komentar