Novel Gautama Byakta : 13. Jatuh
Aku tidak tau, panorama mana yang mampu menandingi keindahan dirimu.
Baca Juga
Novel Gautama Byakta
****
Raut wajah rupawan seorang pria, mampu menghipnotis para gadis yang melihatnya. Di dambakan untuk menjadi kekasihnya, hanya saja sang pria yang memilih untuk tidak menerima cinta mereka hanya karena kepopuleran yang pria itu milik. Hingga takdir mempertemukan dirinya dengan seorang gadis muda yang jauh dari usianya, ia tertarik dengan gadis itu. Gadis yang memberikan satu tangkai bunga mawar berwarna pink, dan itu adalah bunga yang pertama kalinya ia dapatkan. Ia tak tau, perkataan apa yang mampu mendefinisikan rasanya pada gadis itu, apa yang salah dengan perasaannya? Hingga dirinya benar-benar mampu untuk kembali tertawa dan merasakan bahagia setelah peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya.
Alunan melodi yang mengalun dengan indah, suara gemercik air yang turun membasahi berbagai macam jenis tumbuhan. Hingga suara dering handphone miliknya mengentikan alunan melodi yang mengalun dengan indah, membuat sang pria mengehentikan sejenak aktifitas nya yang memberikan perawatan pada tanaman-tanaman yang berada dalam perkarangan rumahnya. Setelah menggeser tombol panggilan terdengar suara dari seseorang yang memanggil namanya.
"Gau"
"Iya Cak, ada apa?" tanya Gautama pada temannya, hari ini udara cukup panas sehingga membuat Gautama enggan untuk beraktivitas di luar rumahnya, dan sialnya sang Kakek yang memintanya untuk menyirami tanaman, padahal yang Gautama tau justru hal itu akan membuat tanamnya menjadi layu dan mati.
"Geya, Gau. Geya kecelakaan" terdengar suara panik dari Caka yang membuat jantung Gautama berdetak lebih kencang ketika mendengarkan hal yang disampaikan oleh temannya itu, bergegas Gautama meminta Caka untuk mengirimkan alamat rumah sakit. Seraya dirinya berlari memasuki rumahnya ia bergegas ia mengambil kunci mobil yang tergelak diatas meja ruang tamu, dan berlari kembali menuju mobil yang terparkir dihalaman rumahnya.
"Kirim alamatnya sekarang Cak" ucapnya mematikan sambungan telepon yang masih menyala.
"Geya, saya harap kamu baik-baik saja" lirihnya.
Suara deru mesin mobil Fortuner yang sudah dimodifikasi dan mendapatkan perizinan yang dikendarai oleh Gautama, membelah padatnya jalanan siang hari ini, dirinya benar-benar terkejut sa'at mendengar gadis itu mangalami kecelakaan. Lima belas menit berlalu, mobil yang di kendarai oleh Gautama telah tiba di halaman rumah sakit Cipta Kasih, bergegas Gautama berlari memasuki rumah sakit tersebut, setelah menerima nomor kamar ruangan Geya yang tengah mendapatkan perawatan, Gautama berjalan dengan cepat menuju ruangan tersebut.
Ceklek
Suara pintu terbuka, mengalihkan atensi dari mereka yang berada dalam ruangan pada sosok pria yang baru saja memasuki ruangan tersebut.
"Auta" ucap Geya yang tengah bersandar pada sandaran ranjang rumah sakit.
"Apa yang terjadi?" tanya Gautama pada mereka semua, untuk meminta penjelasan tentang apa yang di alami oleh Geya.
Sa'at Lambuyan ingin menceritakan tentang kejadian yang dialami Geya, gelengan kepala dari Geya yang ditujukan untuk Lambuyan mengentikan seketika perkataannya.
"Hanya kecelakaan biasa, aku baik-baik saja" ujar Geya sa'at Gautama tengah mengambil alih kursi yang berada disamping ranjang yang Geya tempati.
"Apakah sakit?" Tanya Gautama yang tengah menatap pergelangan tangan Geya yang terbalut perban.
"It's Oky, hanya luka ringan" ujar Geya menatap lekat Gautama yang tengah menyilangkan kedua tangannya. Seraya mengembuskan napas kasar Gautama kembali bertanya pada Geya tentang apa yang gadis itu alami sehingga dia harus terbaring di atas ranjang rumah sakit.
"Apa yang terjadi, Mara" kata Gautama dengan nada yang penuh ketegasan.
Sejenak Geya memejamkan matanya lalu kembali membuka matanya, lalu mulai berucap, menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya pada Gautam.
"Sa'at aku berjalan dari arah toko menuju kafe satu mobil berwarna hitam yang tiba-tiba datang dari arah kiri menuju arahku, reflek ku terlalu tidak bagus, sehingga berimbas pada tanganku yang berakhir dengan beberapa goresan luka. Sempat aku melihat sekilas pengendara tersebut berhenti, hanya saja kembali menancapkan gasnya setelah mereka bertiga datang dan membantuku dan membawaku ke rumah sakit." Terang Geya pada Gautama. Mendengar hal itu Gautama menghela nafas panjang, menatap langit-langit kamar rumah sakit, ada sesuatu hal yang dirinya pikiran apa yang terjadi pada Geya sa'at ini mengingatkan Gautama pada satu peristiwa sebelum kepergian adik semata wayangnya, Gadis pemilik nama lengkap Sarala Meera Prawara.
Tepukan pada bahu Gautama membuat sang empu reflek melihat seseorang yang tengah berdiri di belakang tubuhnya.
"Gau, kita pulang dulu. Geya sudah ada kamu yang menjaganya, ada beberapa hal yang sudah di jelaskan oleh dokter sehingga membuat Geya harus mendapatkan perawatan satu hari di sini, besok dia baru diizinkan pulang. Ada beberapa cemilan dan minuman yang kami sediakan sa'at kamu menuju ke sini, dan satu gitar milikmu" ujar Omka seraya menujuk satu gitar yang berada di samping sopa yang tengah di tempati oleh Caka dan Lambuyan."
"Hati-hati, dan terimakasih" ujar Gautama pada teman-temannya.
"Toko milik Geya sudah Lambuyan Closse sa'at kita berempat akan menuju ke rumah sakit." Timpal Caka, seraya beranjak bangkit dari sopa diikuti dengan Lambuyan. Setelah mereka bertiga mengatakan hal itu, mereka pergi meninggalkan Gautama dan Geya yang berada dalam ruangan.
Melihat teman-teman mereka yang sudah beranjak pergi, Gautama bangkit dari kursi yang ia tempati. Berjalan menuju sopa yang dilengkapi dengan meja di depannya, setelah mengambil nampan berisi buah apel dan pisau kecil, Gautama kembali melangkahkan kakinya menuju Geya yang tengah terbaring di atas ranjang, dengan cekatan Gautama mengupas kulit buah apel yang berada dalam genggamannya. Pergerakan yang dilakukan Gautama tak luput dari pandangan Geya.
Setelah mengupas satu buah apel dan dijadikan beberapa potong, Gautama menyodorkan satu buah apel tersebut pada Geya yang masih saja menatap lekat Gautama.
"Mara, apa alasanmu pada Nenek bahwa hari ini kamu tidak bisa pulang?" Tanya Gautama seraya membersihkan tanganya pada tisu yang sudah disediakan.
"Tidak ada alasan apapun, aku sudah mengirimkan pesan pada Nenek bahwa aku berada di rumah sakit dan mengalami luka ringan, hanya saja beberapa hal yang membuatku harus mendapatkan perawatan selama satu hari di rumah sakit ini. Dan aku sudah mengatakan bahwa ada kamu yang menemani diriku disini, Nenek menitipkan ku padamu, Auta" tutur Geya yang membuat Gautama gemas, lalu bangkit sejenak dan mengacak surai Geya, membuat gadis itu tertawa.
Melihat hal itu Gautama menyunggingkan senyumnya, menatap gadis yang berada dihadapannya sa'at ini tanpa adanya rasa bosan sedikitpun.
****
Udara malam yang berhembus cukup kencang, hingga tak berselang lama rintikan suara hujan terdengar turun membasahi bumi di sertai kilatan dan suara suara petir yang saling bersahutan.
Gadis itu terbangun dari tidurnya, menatap sekeliling sejenak. Lalu pandanganya tertuju pada seorang pria yang tengah tertidur di sopa dengan tenangnya, suara petir yang bergemuruh dengan kencang tak mengusik sedekitipun pria itu.
Gadi itu beranjak dari tempat tidurnya, menuju jendela ruangan itu, di sibaknya tirai yang menutupi jendela. Gadi itu menatap hujan yang dengan derasnya turun membasahi bumi. Hingga dentuman suara keras yang memekakkan telinga membuatnya menjerit seketika "Aghhh" jeritnya di sertai dengan padamnya aliran listrik.
Mendengar jeritan gadis itu, Gautama terbangun seketika seraya menatap sekeliling yang penuh dengan kegelapan, dicarinya headphone miliknya. Setelah mendapatkan headphone miliknya Gautama bergegas menyalakan lampu flash dan mengarahkan ke ranjang yang di tempati oleh Geya, sa'at lampu itu mengenai ranjang tersebut dirinya terkejut ketika melihat gadis itu sudah tidak ada lagi di atas ranjang miliknya, hingga suara isak tangis membuatnya bergegas bangkit dan menuju sumber suara tersebut. Dilihatnya sang gadis yang tengah menangis seraya menundukkan kepalanya pada lipatan tangan yang bertumpu pada kaki gadis itu. Seraya mensejajarkan tubuhnya Gautama menarik gadis itu kedalam pelukannya, mengusap dengan lembut punggung gadis yang tengah berada di dalam pelukannya, seraya mengatakan kalimat-kalimat yang membuat gadis itu agar kembali tenang.
G a u t a m a B y a k t a
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 13. Jatuh"
Posting Komentar