Novel Gautama Byakta : 12. Seperti Semula
Aku ingin bertanya lebih padamu, hanya saja mengingat setatus yang ada diantara kita. Memangnya aku siapa? Sampai-sampai aku memberikan pertanyaan yang ada dalam benakku padamu, menuntut jawaban dari dirimu.
Novel Gautama Byakta
****
Semua yang telah terjadi bukanlah semata-mata ketidak jelasan suatu rasa, hanya saja dibalik itu terdapat dendam yang tersimpan dengan rapi didalam hatinya.
Melihat Geya yang tengah menikmati secangkir teh hangat membuatnya mematikan putung rokok miliknya kedalam tempat yang sudah disediakan.
"Jelaskanlah semuanya" ucap Gautama ketika melihat Geya kembali meletakkan secangkir teh yang sempat diminum, diatas meja yang menjadi sekat diantara mereka berdua.
"Semuanya berawal ketika aku bertemu dengan seorang perempuan yang meminta diriku untuk menjauh darimu" ucapnya seraya menghembuskan napas kasar, mengingat kembali memori-memori sebelum terjadinya teror yang tak berujung
"Dan salahku yang mengatakan sesuatu hal padanya, dan sa'at itulah teror itu terjadi sampai kejadian yang menimpaku kemaren malam itu adalah bentuk ancaman secara fisik darinya padaku" ucap Geya kembali seraya memejamkan matanya, menahan buliran air mata yang berada di pelupuk matanya.
"Itulah alasan mu menjauh dariku?" Tanya Gautama pada Geya
"Iya" jawab Geya seraya membuka kedua matanya, menyunggingkan senyum manisnya.
"Aku meminta maaf padamu Auta,"
"Aku menerima maaf darimu, mungkin di luar kita tidak bisa bertemu untuk menjaga dirimu dan ketika kamu ingin bertemu denganku datanglah ke rumahku atau ketika aku ingin bertemu denganmu aku akan menghubungi mu dan memintamu untuk datang kemari" ungkap Gautama.
Bukankah sesuatu hal itu memiliki penjelasan, ungkapan sebuah penjelasan kembali menyatukan dua atma yang sempat berpisah tanpa adanya penjelasan, arah kemana hubungan ketidakpastian mereka. Semesta yang selalu memiliki rencana di setiap episode perjalanan kehidupan seseorang, entah itu sedih, marah, kecewa ataupun bahagia sudah terarah di dalam episode di setiap perjalanan kehidupan.
Petikan senar gitar mengawali Gautama yang akan bernyanyi, menikmati suasana sore hari dibawah pepohonan yang rindang dengan senja yang indah dan hembusan angin sore yang cukup menyegarkan, mengukir kembali kisah yang sempat terhenti.
"Lagi apa yang akan kamu nyanyikan?" Tanya Geya di sela-sela Gautama yang tengah memainkan gitar miliknya
"Sempurna Andra The Backbone" jawab Gautama seraya menatap lekat Geya dengan senyumannya, lalu kembali memetik senar gitarnya seraya bernyanyi
Kau begitu sempurna, dimata ku kau begitu indah
Kau membuat diri ku, akan s'lalu memuja mu
Disetiap langkah ku, ku 'kan s'lalu memikirkan, diri mu
Tak bisa ku bayangkan hidup ku tanpa cinta mu
Janganlah kau tinggalkan diri ku
Tak 'kan mampu menghadapi semua
Hanya bersama mu ku akan bisa
Suara Gautama membaut syahdunya suasana sore hari, mengukir kisah indah bagi Geya, yang tepat berada dihadapan Gautama yang tengah mendengarkan Gautama bernyanyi, menyanyikan satu lagu yang berjudul 'sempurna' entah siapa yang dituju oleh Gautama melalui lagu yang tengah dia nyanyikan, untuk sa'at ini belohkah Geya menganggap bahwa itu di tujukan untuk dirinya meskipun kenyataannya bukan seperti yang ia harapkan. Geya ingin menikmati kenangan-kenangan dirinya bersama Gautama, yang akan ia simpan dengan baik didalam memori perjalanan kehidupannya.
Reff:
Kau adalah darah ku
Kau adalah jantung ku
Kau adalah hidup ku, lengkapi diri ku
Oh sayangku kau begitu
Sempurna, sempurna
Kau genggam tangan ku, saat diri ku lemah dan terjatuh
Kau bisikkan kata, dan hapus semua sesal ku
Janganlah kau tinggalkan diri ku
Tak 'kan mampu menghadapi semua
Hanya bersama mu ku akan bisa
Reff:
Kau adalah darah ku
Kau adalah jantung ku
Kau adalah hidup ku, lengkapi diri ku
Oh sayangku kau begitu
Sempurna, sempurna
Janganlah kau tinggalkan diri ku
Tak 'kan mampu menghadapi semua
Hanya bersama mu ku akan bisa
Reff End:
Kau adalah darah ku
Kau adalah jantung ku
Kau adalah hidup ku, lengkapi diri ku
Oh sayangku kau begitu
Sempurna, sempurna
Kau adalah darah ku
Kau adalah jantung ku
Kau adalah hidup ku, lengkapi diri ku
Oh sayangku kau begitu
Sayangku kau begitu
Gautama mengentikan nyanyiannya, kembali menatap Geya dengan lekat lalu melanjutkan nyanyiannya di bait bagian terakhir, seperti biasanya jika Gautama sudah melakukan hal itu, itu berarti dia telah menyelesaikan lagunya.
Sempurna, sempurna
"Seperti biasanya, suaramu selalu indah Auta. Siapa yang kamu tuju dalam lagu itu?" Tanya Geya pada Gautama
"Kamu, Mara. Lagu itu ditujukan padamu, pada dirimu" ucap Gautama membuat Geya terpaku seketika, melihat hal itu Gautama menyemburkan tawanya.
"Mara, riasan wajahmu hari ini sedikit berlebihan, buktinya warna merah yang berada di pipimu" ucap Gautama seraya menunjukkan apa yang dia maksud pada Geya. Geya yang mendengarkan hal itu dengan sigap mengambil cermin kecil yang berada di dalam tas miliknya. Setelah mengetahui bahwa Gautama hanya mengerjai nya, Geya kembali berucap dengan nada kesalnya
"Auta, aku bertanya serius"
"Mara, sa'at ini dirimulah yang berada di hadapan saya. Itu alasannya, tapi...." Ucapnya menggantungkan kalimatnya
"Tapi apa?" Tanya Geya kembali dengan rasa penasarannya
"Tapi, memang benar. Lagu itu ditujukan kepada dirimu, Mara manis" ucapnya kembali tertawa beranjak pergi dari hadapan Geya ketika Geya ingin memukulnya.
Aksi saling mengejar pun terjadi, suara tawa dari Gautama dan beberapa ocehan dari Geya terdengar di seantero rumah bergaya Eropa klasik, dua atma yang saling berbagi tawa. Membuat seseorang yang tengah menatap kedua manusia yang tengah berlari-lari itu menatap dengan binar mata haru, dialah Pramudya Prawara, hari ini adalah hari bahagia bagi Pramudya ketika sang cucu benar-benar bahagia, seakan meninggalkan semua beban yang ada di bahunya, terlihat dari caranya tertawa dengan riang, Geya Nismara gadis yang tanpa cucunya sadari kembali membawa Gautama menuju kehidupan bahagia miliknya, sebelum beberapa peristiwa itu terjadi menimpa sang cucu.
****
"Terimakasih Auta, atas waktunya" ucap Geya sa'at sebelum dirinya memasuki rumahnya
"Tidur dan mimpilah dengan indah, selamat malam Mara"
"Hati-hati dan selamat malam juga Auta" kata Geya seraya masuk kedalam rumah miliknya, suara bunyi pintu terkunci telah terdengar. Setelah Gautama memastikan Geya aman dirinya melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam mobil yang terparkir didepan halaman rumah milik Geya, sa'at dirinya melangkahkan kakinya melewati tempat sampah, satu kotak berwarna biru dengan hiasan pita berwarna biru menarik perhatiannya. Dengan sigap Gautama mengambil kotak tersebut dan membawanya.
Setibanya Gautama di dalam rumahnya, langkah kakinya membawa dirinya menuju ruangan keluarga yang ada sang Kakek tengah menonton serial drama dari Korea.
"Kakek," Ucap Gautama membuat Pramudya mengalihkan pandangannya pada sang cucu yang sa'at ini mengambil alih tempat duduk disampingnya seraya meletakkan satu kotak di atas meja dihadapan mereka
"Apa itu? Tanya Pramudya pada sang cucu
"Aku bisa meminta bantuan Kakek, untuk menyelidiki dari mana ini semua" ucap Gautama dengan nada seriusnya
"Bisa, memangnya apa isi didalam kotak tersebut" ujar Pramudya kembali
"Ancaman, aku mendapatkan kotak ini dari rumah Mara. Selama ini Mara mendapatkan ancaman," ungkap Gautama pada sang Kakek, dia berharap bahwa sang Kakek dapat membantunya untuk secara tidak langsung menjaga Geya.
"Ada hal apa kamu meminta bantuan pada Kakek, bukankah selama ini kamu enggan meminta bantuan" ucap Pramudya seraya terkekeh
"Jika itu diriku, aku tidak akan meminta bantuan pada Kakek, hanya saja hal ini berbeda. Bukan aku yang mengalaminya melainkan Mara, itulah alasannya aku meminta bantuan pada Kakek, dengan secara tidak langsung untuk menjaga Mara" Tutur Gautama kembali, seraya mengembuskan nafas kasarnya. Mengambil sebatang rokok yang berada di hadapannya, lalu menyalakan rokok tersebut dan menyesapnya. Menghilangkan segala rasa resah yang datang padanya.
Rasa yang ia sendiripun tidak tau, apa rasa itu semuanya seakan bercampur menjadi satu seperti suatu lukisan abstrak.
G a u t a m a B y a k t a
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 12. Seperti Semula "
Posting Komentar