Novel Gautama Byakta : 10. Sudut Kafe
Jika pada akhirnya kita akan menjadi asing, aku lebih memilih untuk sedari awal tidak mengenalmu, hingga rasa asing yang menyelimuti meninggalkan rasaku padamu.
Gautama Byakta.
****
"Sudah berapa hari kalian tidak saling bertemu?"
"Siapa yang kamu tuju Lam?" Tanya Caka seraya memakan cemilan yang berada di tangannya
"Siapa lagi, kalau bukan Gau dan Geya" ujar Lambuyan, menghentikan Gautama yang tengah memetik senar gitar seraya bersenandung.
"Bukan urusanmu" cetus Gautama, kembali melanjutkan memainkan gitar miliknya
"Ka" panggil Caka pada Omka yang disibukkan dengan kegiatan pada layar komputer yang tengah menampilkan video mereka berempat ketika mengcover lagu dari beberapa band dulu.
"Iya, sebentar lagi videonya jadi. Sekarang kita mau cover lagu apa lagi?" Ujar Omka pada mereka bertiga yang hanya mendapatkan respon mengedikkan bahunya.
"Gau?"
"Nanti kalian akan tau" ucap Gautama seraya menyanyikan salah satu Reff dengan nada tingginya, seakan tengah mengungkapkan apa yang tengah dirinya rasakan.
"Begini ya jika melihat seorang musisi tengah merasakan sakitnya dari rasa jatuh cinta" ujar Omka seraya terkekeh
"Musisi?" Tanya Caka seraya mengernyitkan dahinya, menatap Omka dengan tatapan terheran-heran darinya. Lambuyan yang mendengar perkataan Caka membuatnya memukul bahu Caka sedikit kencang, sehingga membuat sang empu terkejut di buatnya
"Sakit Lam" ucapnya seraya mengusap bahunya
"Kapasitas otakmu itu Cak, benar-benar minim. Kita berempat memang bisa bernyanyi, bisa bermain gitar, piano, drum dan alat musik yang kita kuasai. Hanya saja kita tidak bisa melakukan satu hal, dimana hal itu hanya bisa dilakukan oleh Gau, diantara kita berempat. Yaitu, menciptakan sebuah lagu." Ujar Lambuyan seraya menatap Gautama yang masih berputar-putar dengan salah satu reff yang mewakili perasaan nya. Selama dirinya mengenal Gautama, baru kali ini ia melihat sang teman benar-benar merasakan rasa sakitnya jatuh cinta.
"Kita akan tampil jam berapa Ka, di Kafe yang tepat berada di sebrang jalan toko milik Geya" tanya Caka pada Omka yang tengah menyimak percakapan mereka.
"Jam 22.00 malam," ujar Omka
"Berapa lagu yang akan kita bawakan nanti?"
"Hanya lima lagu, dan untuk yang terakhir hanya Gautama yang tau, lagu penutupan penampilan kita." Ujar Omka menatap Gautama yang tengah memasangkan earphone, seraya menyandarkan tubuhnya pada sopa yang berada di ujung ruangan, terletak jauh dari mereka bertiga.
Dilain sisi, terlihat seorang gadis yang tengah memandang sendu setangkai bunga yang ada dihadapannya. Hari-hari nya kembali menjadi sepi, seperti sa'at sebelum dirinya bertemu dengan sang pria. Ia mematuhi perintah yang diberikan oleh seseorang beberapa hari yang lalu untuk menjauhi sang pria, sa'at pria itu menemuinya maka dengan segala cara ia menghindarinya, hingga perasaan hampa yang menyelinap masuk kedalam hatinya.
Sa'at Geya mengalihkan pandangannya melihat sekeling, tanpa sengaja matanya menangkap objek sesuatu di kafe yang berada tepat di sebrang jalan. "Live music? Apa mereka akan ada di sini," pikir Geya dengan segala kebingungannya. Hingga ia putuskan untuk menutup toko miliknya, demi melihat sang pria yang sudah ia hindari beberapa hari ini.
****
"Tunggu" sergah Gautama mengentikan langkah mereka seketika
"Ini adalah lagu penutupan penampilan kita malam nanti, ikuti apa yang telah di persiapkan." Ujar Gautama setelah menyerahkan 3 lembar kertas pada mereka, lalu kembali berjalan dihadapan mereka dengan santainya, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Akan tetapi tidak dengan ketiga temannya yang tengah meremas kertas yang telah Gautama berikan pada temanya.
"Bisa tidak, manusia kutub Antartika itu tidak membuat ulah saat-saat seperti ini" ujar Caka sedikit geram, meskipun hal seperti ini sudah biasa terjadi, hanya saja Caka tak siap.
"Kamu lupa Cak, itulah Gautama Byakta, yang kerap mendapat julukan musisi sempurna." Ujar Omka lalu bergegas mengejar Gautama yang sudah terlebih dahulu berjalan.
"Ayo, nanti kita terlambat" ucap Lambuyan seraya menepuk bahu Caka dengan pelan.
Malam telah berlalu, sa'atnya mereka berempat menampilkan penampilannya, dimana beberapa fans mereka berdatangan memenuhi meja yang berada di dalam kafe hanya menyisakan satu meja yang berada di barisan belakang dengan tulisan 'Reservasi' diatas meja tersebut.
Beberapa lagu telah mereka nyanyikan, malam semakin larut membuat suasana semakin menyenangkan. Terlihat beberapa meja sudah kembali terpenuhi tanpa menyisakan tempat bagi para mereka yang baru saja berdatangan.
Terlihat seorang gadis yang tengah menatap kearah salah satu pria yang berada di atas panggung, pria yang gadis itu rindukan kehadirannya. Hanya saja ancaman yang membuatnya menghindari sang pria, rasanya semesta tidak adil dengan dirinya. Sedari dulu ia hanya mendapatkan rasa kesedihan dan ketika rasa bahagia itu menghampiri semesta akan kembali menghadirkan kesedihan dalam kehidupannya.
Suatu ketetapan yang harus dirinya terima, hanya saja perihal ikhlas tidak bisa dipaksakan untuk di lakukan begitu saja. Gemar sekali manusia menghakimi manusia lainnya, atas sesuatu hal yang tengah menimpa tanpa mau berfikir jika suatu sa'at nanti mereka akan merasakan hal itu semua.
Suara sapa'an dari sang penyanyi pada pengunjung kafe dan teriakan beberapa perempuan yang terlihat bahagia itu, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Lagu ini, saya ingin mengekspresikan suatu perasaan pada dia dariku. Gautama Byakta, dan malam ini lagu penutup pertemuan kita malam ini adalah 'Rasa Yang Tertinggal dari ST12" ujar Gautama lalu Omka memetik senar gitar miliknya, memberikan intro sebelum Gautama memulai bernyanyinya.
Bila asmaraku telah tiba
Merenggut nafas dijiwa
Itu dia yang datang hadirkan cinta
Menyebar ke dalam rasa
Nyanyi Gautama, membuat para pengunjung kafe terdiam sejenak mendengarkan nyanyian dari Gautama
Dapatkah ku mengatakannya
Perasaan yang ku punya
Untuk dia mestinya ku ungkapkan saja
Tuk dapat jawaban darinya
Reff:
Dapatkah aku memeluknya
Menjadikan bintang di Surga
Memberikan warna yang bisa
Menjadikan indah
Aku tak mampu mengatakan
Aku tak mampu tuk mengungkapkan
Hingga sampai saat ini
Perasaan tlah tertinggal
Sa'at tengah bernyanyi. Gautama mengedarkan matanya menyapu seluruh area tempat di dalam kafe, menikmati suasana dalam kafe dengan hati dan pikirannya, hingga seorang gadis yang berada di barisan meja paling ujung sedang menatap kearahnya, membuatnya semakin menghayati lagu yang sedang ia nyanyikan, seakan sedang mengungkapkan apa yang dirinya rasakan.
Dapatkah dia merasakan
Satu nafas yang tersimpan
Itu bukan cinta
Sekedar cinta biasa
Yang sesaat dan trus hilang
Hingga sa'at bagian ref tiba, Gautama melepaskan semua perasaanya pada setiap lirik lagu yang ia nyanyikan, mengutarakan semua perasaanya melalui lagu untuk gadis yang berada di sudut kafe yang tengah menikmati nyanyian lagu dari dirinya seraya menatap dirinya.
Reff:
Dapatkah aku memeluknya
Menjadikan bintang di Surga
Memberikan warna yang bisa
Menjadikan indah
Aku tak mampu mengatakan
Aku tak mampu tuk mengungkapkan
Hingga sampai saat ini
Perasaan tlah tertinggal
Reff:
Dapatkah aku memeluknya
Menjadikan bintang di Surga
Memberikan warna yang bisa
Menjadikan indah
Aku tak mampu mengatakan
Aku tak mampu tuk mengungkapkan
Hingga sampai saat ini
Perasaan tlah tertinggal
Dapatkah aku memeluknya
Ku jadikan bintang-bintang di Surga
Memberikan warna yang bisa
Dan teruslah bisa
Menjadikan indah
Syanana na nanana... Syanana na nanana....
Syanana na nanana... Syanana nana....
Syanana na nanana... na nana....
Setelah petikan senar gitar terakhir Omka, menandakan bahwa penampilan mereka telah usai. Dan sa'at itu Gautama melihat sang Gadis yang sudah beranjak pergi meninggalkan kafe. Melihat hal itu Gautama bergegas berlari mengejar sang gadis, hingga sa'at dirinya ingin memanggil sang gadis. Seseorang dari arah samping gadis itu menyertnya menuju tempat yang terlihat tamaram, membuat Gautama berjalan pelan untuk melihat apa yang akan terjadi, meskipun sa'at ini jantungnya berdetak dengan kencang, dirinya berharap sang pencipta melindungi sang gadisnya.
"Rupanya, perempuan seperti dirimu tidak cukup untuk diberikan pernyataan satu kali." Ucap sang perempuan yang tengah mencengkeram kedua pipi Geya, yang membuat Geya sedikit merasakan kesusahan sa'at ingin berbicara
"Semua sudah saya turuti." Ujar Geya seraya terbata-bata
"Geya Nismara seorang gadis yang tidak diinginkan kehidupannya, pantas saja lebih baik kamu mati daripada hidupmu hanya mengusik ketenangan ku. Dengarkan aku, jauhi dia atau aku akan melakukan tindakan lebih dari ini, dan membuat mu sama seperti mereka" ujar sang perempuan seraya menghentakkan tangannya melepaskan cengkraman pada kedua pipi Geya. Setelah mengatakan hal itu perempuan itu pergi meninggalkan Geya, lantas Geya meluruhkan tubuhnya, terduduk dengan lemas seraya menundukkan arah pandangnya dan meneteskan air mata meratapi apa yang akan terjadi, dia benar-benar tidak ingin bernasib sama seperti mereka. Geya ingin kehidupan miliknya, bukan kehidupan yang direnggut oleh seseorang hanya karena sebuah ambisi.
"Aku hanya ingin hidup" lirihnya, seraya membekap mulutnya yang akan mengeluarkan suara tangisnya.
Novel Gautama Byakta.
GAUTAMA BYAKTA
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 10. Sudut Kafe"
Posting Komentar