Novel Gautama Byakta : 18. Kilasan Memori
Tuhan, mengapa kehilangan selalu datang menghampiri diriku. Tidakkah cukup jika engkau menghukum ku dengan kehilangan semua ini.
Novel Byakta Gautama
****
Malam yang larut menyisakan rasa gelisah pada pria yang berada di depan pintu rumah seseorang, ketukan pintu dan panggilan telepon yang pria itu tujukan pada sang penghuni rumah tak mendapatkan respon apapun itu. Terlebih lagi jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, pria itu mendapatkan telepon dari seorang wanita paruh baya yang menanyakan keberadaan cucunya. Hingga membuatnya mencari-cari dimana gadis itu berada....
Tepukan pada bahunya membuat pria tersebut reflek membalikkan tubuhnya, dia berfikir gadis yang tengah ia cari telah kembali nyatanya seseorang yang dia tidak ingin lihat berada tepat dihadapannya.
"Untuk apa kamu menunjukan dirimu dihadapan saya" ujar Gautama dengan nada dinginya
"Kamu mencari Geya bukan?" Ujar sang pria menerka-nerka apa yang tengah Gautama cari
"Kamu" tunjuknya pada dia yang berada dihadapan Gautama, dialah Ibas. Seseorang yang telah menghancurkan kehidupannya, seseorang yang menjadi alasan sang adik merenggut nyawanya di tangan adik pria yang ada di hadapannya.
"Kamu bisa percaya atau tidak, akan tetapi sa'at ini Geya dalam bahaya. Jangan sampai apa yang adikmu alami terjadi kembali dengan gadismu itu." Ujar Ibas pergi dari hadapan Gautama yang tengah terpaku mendengarkan perkataan dari Ibas.
Langkah Ibas kembali terhenti seraya mengatakan "Ikutlah denganku, Geya membutuhkan pertolongan darimu" ujar Ibas lalu kembali melanjutkan langkahnya di ikuti dengan langkah Gautama, dia berharap semoga Tuhan melindungi gadisnya.
Derai air mata membanjiri pipi dari gadis yang terlihat pucat pasi, dia berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan suara, dimana setiap perkataannya bisa saja langsung membunuhnya detik itu juga, hanya saja ia melakukan hal itu untuk mengulur waktu sampai seseorang datang dan menolongnya, siapapun dia Geya berharap pertolongan pada sang pencipta.
"Apa salahku?" tanya Geya pada perempuan yang ada dihadapannya dengan nafas yang tercekat.
"Kamu dan sahabatmu itu sama saja bodohnya, masih bertanya apa kesalah kalian padaku" cibir perempuan itu
"Kalian yang salah mengusik diriku dan mengambil milikku. Dan memisahkan ku dari dirinya, tahukah kamu Geya? Betapa diriku mencintai pria yang sa'at ini berada disamping mu itu. Dengan adanya kalian pria itu tidak sedikitpun menoleh ke arahku yang telah memberikan hati ku padanya."
"Tari, semua itu karena ketetapan sang pencipta"
"DIAM! Tahu apa kamu perihal ketetapan sang pencipta. Sadarkah bahwa dirimu saja tidak diinginkan oleh kedua orang tuamu, sepantasnya kamu pergi saja dari kehidupan ini bertemu dengan sehabat tercintamu itu."
"Jadi Tari, semua yang dikatakan sahabatku memang benar bahwa kamu penyebab kematian sahabatku itu?" Tanya Geya kembali dia memiliki keberanian ketika seseorang dari arah belakang perempuan yang ada dihadapannya itu, dua orang pria memberikan isyarat untuk tetap memberikan pertanyaan pada Tari dan tetap tenang.
"Bukan hanya itu saja anak manis, mau tau rahasia lainnya? Biar aku katakan sebelum kamu bertemu dengan sahabatmu itu."
"Kamu tau? Kasus kematian dari kedua orang tua pria ku itu, Gautama. Akulah yang menyebabkan terjadinya kejadian itu, hingga membuat kedua tua bangka itu merenggut nyawa, mengikuti jejak anak perempuannya. Dan kamu tau? Aku yang merekayasa semua tuduhan yang diberikan mereka padaku, hingga membuat hakim memutuskan bahwa diriku tidak bersalah." Ujar tari seraya tertawa, menatap wajah pucat pasi gadis yang cukup belia itu. Bagaimana bisa Gautama tertarik pada bocah seperti ini bukan pada dirinya. Hingga sa'at Tari ingin menancapkan pisau pada wajah Geya, pukulan keras pada bahunya membuat dia terjatuh tak sadarkan diri sebelum dia menancapkan pisau pada wajah Geya.
"Ibas, bawalah adikmu. Untuk kali ini saya akan membuat Tari membayar semua perbuatan dia yang tak memiliki rasa belas kasih hanya karena ambisi semata. Selama ini saya cukup bersabar dengan ketidak adilan ini, akan tetapi tidak untuk sa'at ini." Ujar Gautama. Ibas yang mendengarkan hal itu hanya bisa menghela nafas lelah apa yang terjadi pada adiknya itu. Dulu dia dan Gautama adalah teman yang saling bahu-membahu, semua itu berubah sa'at kematian sang adik perempuan Gautama, sehingga pria itu menjauhinya. Hingga beberapa tahun berlalu dia mengetahui bahwa alasan dari temanya itu menjauhinya adalah tak lain karena ulah sang adik. Sa'at melihat semua bukti-bukti yang berada di dalam kamar adiknya, Ibas merasa bimbang apakah ia harus menyerahkan sang adik atau ikut menutup-nutupi aksi sadis dari sang adik. Rasa sayanglah yang membuat Ibas mengambil keputusan untuk tidak menyerahkan sang adik, hingga terjadi lagi seperti ini membuatnya melepaskan sang adik untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
****
Sa'at ini. Geya berada di dalam rumah milik Gautama, terlihat tatapan mata kosong dari sang gadis membuat hati sang pria yang menatap gadis itu merasa teriris hatinya seakan ada belati tajam yang menancap di ulu hatinya.
"Mara, tidurlah di sini. Kamu akan aman bersama kami" ucap Pramudya seraya mengusap surai gadis itu. Lalu beranjak pergi menarik pergelangan tangan sang cucu untuk mengikutinya
"Auta, bawa Mara menuju kamarnya. Kakek sudah memberikan kabar hal ini pada Nenek Amsa, dan dia menitipkan Mara pada kita. Ada urusan yang harus di selesaikan oleh Amsa di sana sehingga tidak bisa kembali kesini untuk waktu dekat." Ujar Pramudya seraya menepuk pelan bahu sang cucu lalu pergi menuju kamarnya, mengistirahatkan tubuh yang sudah mulai rentan dimakan usia tua.
Gautama kembali menghampiri gadis itu yang masih saja termenung dengan tatapan kosong. Menuntun Geya memasuki kedalam kamarnya, gadis itu membutuhkan istirahat untuk menenangkan dirinya.
Setelah membaringkan Geya, Gautama menarik selimut menutupi tubuh gadis itu. Dan mematikkan lampu digantikan dengan lampu tidur yang menyala. Biarlah dirinya akan tertidur tepat di samping pintu gadis itu, jika suatu waktu gadis itu membutuhkan pertolongannya.
Pagi telah menyapa, sinar matahari menerobos masuk di setiap celah tirai yang terbuka membangunkan siapapun yang terkena cahayanya.
Bunyi bising yang terdengar dari beberapa pelayan yang sedang mengerjakan tugasnya, membangunkan Gautama dari tidurnya. Gautama mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk di sekitarnya. Setelah sepenuhnya sadar, pria bangkit dari sopa yang tepat berada di samping pintu kamar gadis itu.
Gautama bergegas memasuki kamar miliknya yang berada di sebelah kamar yang Geya tempati, membersihkan diri untuk memulai aktivitas di pagi hari.
Setelah mengenakan setelan baju berlengan pendek dipadukan dengan celana kain Stretch Empat sisi dengan sankreas berwarna putih. Melangkahkan kakinya menuju meja makan, jika Geya tidak ada di meja makan tersebut dirinya akan memaksa gadis itu untuk duduk menikmati sarapan. Hanya saja pikirnya salah, justru gadis itu tengah ikut menyiapkan sarapan pada pagi hari ini. Terlihat gadis itu sudah kembali cerah seperti biasanya, senyuman manis yang selalu terpatri di wajahnya terlebih lagi gaya berpakaian gadis itu memilih gaya dengan outfitnya 'Cottagecore Long Skirt' yang memadukan warna coklat brown dan cream, dengan rambut yang terikat dengan pita berwarna putih menambahkan aksen manis pada gadis itu. Gautama melangkahkan kakinya menuju meja makan menarik salah satu kursi yang berada disamping Pramudya
"Mara" panggil Gautama pada Geya, mendengar seseorang memanggil namanya Geya membalikkan tubuhnya menatap sang empu yang memanggil namanya
"Iya Auta, apa kamu menginginkan sesuatu?" Tanya Geya seraya berjalan menuju meja makan, meletakkan 'Yumurtali pide' yang merupakan roti pipih dengan isian daging sapi cincang yang telah dikeringkan dan sering diberi topping keju, telur, serta sayuran
"Sudah membaik?"
"Sudah, aku hanya terkejut sementara. Aku sudah terbiasa menghadapi situasi ini sedari kecil dulu. Cepatlah habiskan makanan mu, setelah ini aku akan mengajakmu untuk ikut denganku mengambil beberapa barang miliku di rumah."
"Kamu tau Nenek tidak bisa pulang sa'at ini?" Tanya Gautama menatap lekat Geya yang tengah menyesap teh miliknya
Setelah meletakkan kembali secangkir teh tersebut Geya kembali berucap "Sudah, Kakek yang memberitahukan itu semua padaku." Jawabnya kembali melanjutkan aktivitas sarapannya pagi ini.
Bagaimana rasanya jika semua orang mengetahui bahwa dirimu tidak diinginkan? Apakah penghakiman yang akan selalu didapatkan, hingga setiap sesuatu terjadi perkataan menyakitkan yang terlontarkan dari ucapan mereka yang tanpa sadar meninggalkan bekas luka padanya.
Baca Juga :
1. Novel Gautama Byakta Episode 1
2. Novel Gautama Byakta Episode 2
3. Novel Gautama Byakta Episode 3
4. Novel Gautama Byakta Episode 4
5. Novel Gautama Byakta Episode 5
6. Novel Gautama Byakta Episode 6
7. Novel Gautama Byakta Episode 7
8. Novel Gautama Byakta Episode 8
9. Novel Gautama Byakta Episode 9
10. Novel Gautama Byakta Episode 10
11. Novel Gautama Byakta Episode 11
12. Novel Gautama Byakta Episode 12
13. Novel Gautama Byakta Episode 13
14. Novel Gautama Byakta Episode 14
G a u t a m a B y a k t a
Belum ada Komentar untuk "Novel Gautama Byakta : 18. Kilasan Memori "
Posting Komentar